• RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • ACARA: Ekspose Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) T.A. 2014, Tanggal 10 April 2014, di Aula Dinas Pertanian Kabupaten Asahan.--------------------------------------------------------------------
  • SELAMAT DATANG

    Ini bukan blog resmi Dinas Pertanian Kab. Asahan, tetapi merupakan salah satu media penyalur ide-ide positif-kreatif para jajarannya yang ingin menampilkan wajah Instansi kepada publik.

  • LEGALITAS

    Blog sederhana ini berisi informasi umum tentang pertanian serta pelaksanaan tugas kegiatan Dinas Pertanian Kab. Asahan, dan disajikan atas sepengetahuan pejabat berwenang.

  • HARAPAN

    Kami merasa sangat beruntung apabila anda berkenan menyampaikan kritik dan saran konstruktif yang selanjutnya akan dijadikan bahan pertimbangan demi penyempurnaan blog ini di masa mendatang.

  • TERIMA KASIH

    Ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan kontribusi sehingga blog ini dapat hadir di hadapan anda.

DINAS PERTANIAN KABUPATEN ASAHAN

Jl. Jend. Gatot Subroto No. 268 - Sentang Telp./Fax. (0623) 41175 KISARAN - 21224
e-mail : pertanianasahan@gmail.com (confidential), pertanianasahan@yahoo.co.id (general)

Senin, 23 April 2012

Pemanfaatan Limbah Pertanian Menjadi Pupuk Organik Bokashi


Limbah pertanian merupakan  sisa-sisa hasil pertanian yang berasal dari tumbuhan dan hewan ternak  misalnya sisa dari pemanenan hasil  tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, sampah rumah tangga, kotoran hewan ternak  dan sebagainya. Pemanfaatan limbah pertanian sangat perlu kita lakukan agar tidak terjadi pencemaran lingkungan selain itu dapat dijadikan masukan/tambahan bagi petani ataupun masyarakat yang memanfaatkan limbah tersebut.

Masyarakat telah menyadari bahwa menggunakan bahan-bahan kimia non alami seperti pupuk dan pestisida sintetik serta hormon tumbuhan dalam memproduksi hasil pertanian ternyata menimbulkan efek terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Gaya hidup sehat menjadi trend bagi masyarakat dunia dan  kini telah melembaga secara internasional yang diwujudkan melalui regulasi perdagangan global, makanan yang dikonsumsi mempunyai kandungan nutrisi tinggi dan ramah lingkungan.

Bokashi adalah suatu kata dalam bahasa jepang yang berarti “Bahan organik yang telah difermentasikan” jadi pupuk organik bokashi merupakan hasil fermentasi bahan organik dari limbah pertanian (kotoran ternak, jerami padi, sekam padi, serbuk gergaji, sampah, rumput dan lain-lain) yang diolah dengan menggunakan aktifator Effektif Microorganisme4 (EM4).

Tahun 1980-an, Prof. Dr. Teruo Higa  dari  Universitas  Ryukyu, di Okinawa Jepang telah memperkenalkan konsef  EM  (Mikroorganisme Efektif)  kepada pertanian yang alami.

Effektif Microorganisme4 (EM4) merupakan suatu kultur  campuran berbagai mikro organisme yang terdiri dari bakteri pengurai  bahan organik yang digunakan untuk proses pembuatan pupuk organik bokashi, yang dapat menjaga kesuburan tanah sehingga berpeluang untuk meningkatkan produksi dan menjaga kestabilan produksi. EM4 mengandung mikro organisme fermentasi yang terdiri dari bakteri asam laktat (Laktobacillus spp), bakteri Fotosintetik (Rhodopseudomonas spp), Actinomycetes, Streptomyces sp dan ragi.

Manfaat Pupuk Organik Bokashi
1.      Menggemburkan tanah.
2.      Menghasilkan unsur hara mikro dan makro yang cepat terserap oleh perakaran tanaman.
3.      Mencegah timbulnya jamur pada pupuk kandang dan tanah lingkungan tanaman.
4.      Merangsang pertumbuhan yang cepat dengan populasi maksimal.
5.      Mengurangi penggunaan pupuk kimia 50% sampai 70%.
6.      Menekan populasi perkembangan hama atau bakteri patogen sehingga mengurangi penggunaan insektisida, pestisida maupun fungisida.

Jenis – jenis Bokashi
Menurut bentuknya bokashi dibagi dalam 2 jenis yaitu Bokasih padat dan Bokashi cair, Bokashi padat terbuat dari limbah pertanian yang berbentuk padat, misalnya kotoran ternak, sampah organik, dll. Sedangkan pupuk bokashi cair terbuat dari kotoran ternak atau limbah pertanian lainnya yang diolah berbentuk cair dengan penambahan air sesuai anjuran.

Mengenai cara pembuatan pupuk organik bokashi serta cara pemakaiannya dapat di unduh melalui tautan berikut INI.

ditulis oleh  : SITI RUBIYAH, SP (Staf Dinas Pertanian)

Jumat, 20 April 2012

Pemanfaatan Limbah Baglog Jamur Tiram



Budidaya jamur tiram saat ini mulai banyak dilirik para pelaku usaha/bisnis baik yang berskala kecil sekedar untuk tambah-tambah penghasilan maupun yang berskala besar sebagai industri budidaya jamur tiram. Seiring dengan semakin banyaknya pelaku usaha/bisnis yang terjun, secara tidak langsung juga menimbulkan permasalahan baru dari mengenai limbah budidaya jamur tiram,  terutama limbah baglog jamur tiram yang sudah habis masa tanamnya.

Sepertinya terjadi permasalahan yang berulang mengenai limbah, padahal budidaya jamur sebenarnya memanfaatkan limbah serbuk gergaji tapi setelah limbah tersebut termanfaatkan muncul limbah baru lagi.

Maka dalam posting kali ini saya mencoba untuk memberikan sedikit solusi pemanfaatan limbah jamur tiram terutama pemanfaatan limbah baglog-nya.

Pemanfaatan limbah baglog jamur tiram :

1.      Didaur ulang lagi sebagai media baglog.
Baglog yang sudah selesai/habis pakai masa tanamnya bisa dipakai lagi untuk pembuatan baglog baru meskipun hasil produksi jamur dari baglog tersebut nantinya akan sedikit berkurang (hanya mencapai sekitar 80 %nya) dibanding bila menggunakan serbuk gergaji baru. Tapi dapat mengurangi pembelian serbuk gergaji.
                                                                                                                                   
2.      Dibuat pupuk kompos
Limbah baglog jamur tiram dapat dijadikan pupuk kompos hanya dengan menambahkan EM4  dan bahan organik lain, maka sudah bisa dimanfaatkan sebagai pupuk yang baik untuk tanaman. Dan kalau punya hubungan dengan penjual/distributor pupuk maka bisa sebagai hasil sampingan dari budidaya jamur tiram.

3.      Digunakan sebagai pakan ternak
Limbah baglog jamur mengandung nutrisi dan serat yang dibutuhkan oleh sapi perah, beberapa penelitian telah menunjukkan nilai nutrisi yang sangat tinggi untuk hewan ternak, dan dengan pengolahan lebih lanjut untuk meningkatkan selerah makan bagi sapi, pakan dari limbah log jamur merupakan solusi bagi masalah peternakan.  Limbah baglog dibuat pakan ternak dengan menambahkan tetes tebu dan bakteri pre-biotik yang berperan positif bagi ternak sapi.

4.      Digunakan sebagai bahan bakar dalam proses pengukusan
Jika tidak mau terlalu repot dan susah maka dibakar saja dan dimanfaatkan sebagai bahan bakar dalam pembuatan baglog. Tinggal di jemur dan setelah kering langsung bisa digunakan.

Berikut cara pembuatan pupuk kompos dari Limbah Baglog Jamur Tiram :

A.    Bahan-Bahan :
1.      Limbah Baglog  250 kg
2.      Kotoran ternak ayam, sapi  250 kg
3.      EM4 1 ltr
4.      Gula merah/gula pasir  ½ kg
5.      Air  secukupnya

B.     Alat yang digunakan :
1.      Cangkul
2.      Ember
3.      Gayung
4.      Gedek
5.      Plastik
6.      Mesin penghancur

C.     Cara membuatnya :
1.      Limbah baglog yang sudah disiapkan dihaluskan terlebih dahulu, setelah itu dicampur dengan kotoran ternak ayam dan sapi.
2.      Campurkan EM4 + gula kedalam air sesuai ukuran bahan, lalu semprotkan dengan pompa gendong/gembor secara merata (sambil diaduk)
3.      Simpan ditempat yang tidak terkena air lapisi dengan gedek atau plastik dan ditutup rapat dengan plastik. Bahan difermentasi selama 4-7 hari, setiap hari diperiksa suhunya jangan sampai melebihi 50 C, jika suhunya tinggi bahan diaduk sampai suhunya turun kembali.
4.      Setelah 4-7 hari difermentasi, pupuk kompos sudah siap digunakan.

Demikian sedikit informasi yang bisa saya berikan mengenai pemanfaatan limbah baglog jamur tiram. Semoga dapat menambah ilmu dan keterampilan bagi rekan-rekan yang akan membudidayakan jamur tiram.

ditulis oleh : SITI RUBIYAH, SP (Staf  Dinas Pertanian)

Rabu, 18 April 2012

Kampanye P2T3 Dalam Rangka P2BN dan SL-PTT Padi Kabupaten Asahan Tahun 2012

Ayo semai.. ayo semai.. Tunggu apa lagi.. Benih sudah disalurkan melalui ketua kelompok.. Air sudah cukup.. Tunggu apa lagi.. Ayo semai..!!”, teriak para petugas bergantian melalui corong pengeras suara, berkeliling dari kampung ke kampung di bawah rintik gerimis sejak pagi hingga sore hari.

Puluhan petugas yang terdiri dari unsur Dinas Pertanian, Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan serta Pemerintah Kecamatan Rawang Panca Arga  pada hari Jumat, 13 April 2012 lalu melakukan ‘Arak-arakan’ di Kecamatan Rawang Panca Arga, menghimbau masyarakat petani di wilayah sentra padi sawah Kabupaten Asahan ini agar segera mengolah lahannya dan bertanam padi.  Kegiatan ini dilaksanakan sebagai bagian dari Kampanye Pengaturan Pola Tanam Tertib Tanam (P2T3) dalam rangka mensukseskan Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dan Kegiatan Sekolah Lapangan Pengendalian Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi Sawah Tahun 2012 di Kabupaten Asahan.

Gbr. 1 Puluhan petugas berkelilingan beriringan dari kampung ke kampung

Hingga saat ini hanya segelintir petani yang telah menyemai benih, sedangkan sebagian besar lainnya masih membiarkan lahannya tak terurus.  Pada beberapa lokasi lahan memang tengah diusahai untuk budidaya semangka maupun ikan mas, namun luasnya tidak signifikan dibanding 3.257 ha sawah yang ada di kecamatan ini.  Sangat disayangkan potensi lahan yang begitu besar tidak dioptimalkan petani untuk menambah penghasilannya, padahal lahan sudah diberakan sejak bulan Januari-Februari lalu.

Benih padi bantuan SL-PTT Tahun 2012 telah didistribusikan kepada petani selama sebulan terakhir, sesuai dengan permintaan kelompok-kelompok tani yang menjadwalkan akan bertanam pada bulan April.  Namun, hasil pantauan PPL menyebutkan bahwa jadwal tanam akan mundur hingga pertengahan bulan Mei.  Oleh karena itu Dinas Pertanian dan instansi terkait melaksanakan arak-arakan untuk menghimbau dan mengajak petani agar segera mengolah lahan dan bertanam pada bulan ini.

Faktor-faktor utama penyebab mundurnya jadwal tanam pada MT-1 Tahun 2012 ini menurut sebagian petani adalah penyesuaian jadwal panen dengan Hari Raya Idul Fitri, kurangnya pasokan air serta kurangnya jumlah hand traktor.  Sebagian petani memang sengaja memundurkan jadwal tanam agar panen dapat dilakukan setelah lebaran tahun ini.  Alasannya, jika panen dilakukan menjelang lebaran maka kilang padi dan pekerja-pekerja panen libur, sehingga harga gabah akan turun.  Padahal pengalaman menunjukkan bahwa jatuhnya harga gabah pada musim-musim yang lalu bukan akibat liburnya kilang padi dan regu panen, melainkan akibat Kabupaten Serdang Bedagai, Simalungun dan Toba Samosir lebih dulu memasuki musim panen raya.  Saat ini daerah-daerah tersebut belum mulai bertanam, maka seharusnya Asaha segera memulai, sehingga nanti dapat memanen sebelum musim panen raya.  Berdasarkan pengalaman, selisih harganya bahkan mencapai Rp. 200,-/kg dibandingkan jika daerah-daerah tetangga lebih dulu memasuki musim panen.

Gbr. 2 Air irigasi di Desa Rawang Pasar V cukup tersedia

Penyebab lain mundurnya jadwal tanam di beberapa lokasi menurut petani adalah kurangnya pasokan air dan mesin pembajak sawah (hand traktor).  Setelah dilakukan pemantauan di lapangan, pasokan air irigasi relatif cukup tersedia, mengingat akhir-akhir ini sering turun hujan.  Di samping itu, pemerintah juga telah mendistribusikan bantuan hand traktor sehingga jumlahnya makin memadai.  Tinggal bagaimana kelompok tani bisa mengatur pemanfaatannya di lapangan agar efisien, adil dan merata.
 
Gbr. 3 Fhoto bersama di Kantor Kepala Desa Rawang Pasar IV setelah arak-arakan

Diharapkan Gerakan Kampanye P2T3 melalui arak-arakan ini dapat menambah motivasi petani untuk mempercepat jadwal tanam, terkait dengan upaya peningkatan produksi beras dan pendapatan petani.


Ditulis oleh : Imam F. Sinurat

Senin, 16 April 2012

Singgang, Sepele Tapi Menjanjikan


            Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu bisa jadi tanaman.  Penggalan syair lagu Koes ploes di atas sudah tidak asing lagi di telinga kita, dari orang dewasa hingga anak-anak sudah sering mendengarnya.  Maka timbul pertanyaan apakah memang demikian tongkat kayu bila ditancapkan ke batu bisa tumbuh dan menjadi tanaman?  Syair lagu tersebut bila kita cermati ada benarnya.  Ini bisa dibuktikan pada singgang.  Singgang adalah padi yang tumbuh kembali setelah dipanen dengan sabit.  Biasanya antara 30 hari sampai 40 hari setelah panen.  Singgang tersebut bisa menghasilkan bulir padi yang bernas.  Semakin lama umur singgang maka semakin baik kualitas gabahnya.  Namun ukuran dan jumlah bulirnya tidak sebanyak padi dari penen biasa.

            Di Desa Rawang Lama khususnya, yang terletak di Kecamatan Rawang Panca Arga, Kabupaten Asahan Propinsi Sumatera Utara fenomena singgang pada bulan ini muncul.  Mungkin karena disebabkan curah hujan yang mendukung.  Biasanya masyarakat tidak memperhatikan secara serius singgang padi yang tumbuh di areal bekas pertanaman padi.  Tetapi pada musim ini ada sebagian masyarakat yang menikmati singgang padi tersebut.  Berkisar 25 orang sampai dengan 40 orang setiap hari memanen singgang padi.  Rata-rata mereka mendapat 25 kg - 40 kg padi singgang /hari.  Sudah 2 pekan ini mereka memanen padi singgang.  Padi singgang yang dibiarkan tumbuh secara alami dalam perhektar bisa menghasilkan 200 kg GKP.

Gbr. 1 & 2  Padi singgang umur 25 hari setelah panen

         Mereka menjual padi singgang seharga gabah padi biasa.  Hasil singgang dari pantauan penulis sangat menakjubkan.  Beberapa pedagang pengumpul (yang biasa disebut masyarakat sini dengan istilah agen padi) bisa mencapai 3 ton –sampai 4 ton perhari.  Ada 4 pedagang pengumpul yang terletak di sekitar desa Rawang Lama.  Bila diakumulasikan dengan rata-rata 3 ton, maka dalam perhari gabah padi singgang terkumpul 12 ton.  Bila dikonversi dalam bentuk uang dengan rata-rata harga Rp 3.800 maka nilainya mencapai Rp 45.000.000.  Sesuatu hal yang sangat bernilai ekonomis tinggi.

Gbr.  3 & 4  Padi singgang siap panen dan diangkut oleh pak Tani


 Yang lebih penting lagi adalah bila padi singgang ini dikaitkan dengan Program Peningkatan Beras Nasional ( P2BN) tentu memiliki nilai yang signifikan.  Bayangkan padi singgang dalam perhektar bisa menghasilkan 200 kg dikalikan dengan jumlah lahan sawah potensial sekitar 8 juta hektar maka produksi gabah nasional meningkat 1,6 juta ton gabah kering panen (GKP).  Sebuah tambahan produksi yang sangat besar.  Jumlah tersebut setara dengan produksi gabah seluas 200.000 hektar.  Dengan asumsi rata-rata  produksi perhektar 8 ton GKP. 

Dikirim oleh :
M. Taufik Hidayat, SP,
PPL Desa Rawang Lama, Kec. Rawang Panca Arga
Pada Tanggal 16 April 2012



Selasa, 21 Februari 2012

Prinsip Dasar Budidaya Padi Metode SRI

Metode SRI (System of Rice Intensification) merupakan metode budidaya padi yang hemat air dan menghasilkan produksi lebih tinggi. Pola tanam padi model SRI adalah cara bertanam padi kembali ke alam. Artinya, petani tidak lagi menggunakan pupuk kimia, tapi memanfaatkan bahan organik yang diolah untuk menjadi sumber pupuk tanaman produksi. Berikut cara penerapan budidaya padi dengan menggunakan metode SRI :

1.        Pengolahan Tanah

·        Luku + glebek + garu
·        Tambah bahan organik (mentah, terdekomposisi)
·        Siram Mol / Dekomposer
·        Parit keliling atau melintang dengan kedalaman 40 cm dan lebar  40 cm

2.        Persemaian

·        Cara kering sawah/darat nampan bawahnya dilapisi plastik/daun pisang agar akar bibit padi tidak tembus ke tanah
·        Media sesuai (tanah + bahan organik) dengan perbandingan 1 : 1
·        Sebelum benih disemai dilakukan uji benih bermutu/bernas dengan menggunakan larutan garam

3.        Cara Tanam/Jarak Tanam

·      Penanaman satu bibit/tunggal dan dangkal dan akar membentuk huruf L, dan berjalan maju kedepan
·        Jarak tanam 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 40 x 40 cm (untuk membuat jarak tanam menggunakan caplak)

4.        Pengelolaan Air

·        Pada fase vegetatif air macak – macak/ kapasitas lapang, kecuali pada saat penyiangan dilakukan penggenangan ( 2 – 3 cm)
·        Pada umur 45 hari sebaiknya dikeringkan selama 10 hari, untuk menghambat pertumbuhan anakan
·        Kemudian air diberikan lagi secara macak – macak kembali sampai pertumbuhan malai, pengisian

5.        Penyiangan

·       Penyiangan dilakukan dengan selang waktu 10 hari sekali hingga 4 kali penyiangan (dengan alat gosrok, maupun manual)
·        Dan setiap kali selesai penyiangan disemprot dengan POC/MOL
  
 ditulis oleh : SUDI WIDADA (Kasi. Pupuk  Pestisida)

Selasa, 14 Februari 2012

Rencana Aksi P2BN dan Pengembangan Tanaman Pangan Kab. Asahan

Sektor pertanian memiliki peran yang strategis dalam pembangunan perekonomian nasional.  Tidak saja sebagai penyedia bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi, penyerap tenaga kerja, sumber mata pencaharian dan sumber devisa negara, pertanian juga berperan sebagai pendorong pengembangan wilayah dan sekaligus pendorong pengembangan ekonomi kerakyatan. Berbagai peran strategis tersebut sejalan dengan tujuan pembangunan perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, menyediakan lapangan kerja, serta memelihara keseimbangan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Permasalahan mendasar yang dihadapi sektor pertanian saat ini dan di masa yang akan datang adalah:
-          Meningkatnya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global.
-          Ketersediaan infrastruktur, sarana prasarana, lahan, dan air.
-          Rendahnya status dan luas kepemilikan lahan (9,5 juta KK < 0,5 ha).
-          Lemahnya sistem perbenihan dan perbibitan nasional.
-          Keterbatasan akses petani terhadap permodalan dan masih tingginya suku bunga usahatani.
-          Lemahnya kapasitas dan kelembagaan petani dan penyuluh.
-          Masih rawannya ketahanan pangan dan ketahanan energi.
-          Belum berjalannya diversifikasi pangan dengan baik.
-          Belum padunya antar sektor dalam menunjang pembangunan pertanian.
-          Kurang optimalnya kinerja dan pelayanan birokrasi pertanian.
Rencana pembangunan pertanian tahun 2010-2014 Kementerian Pertanian mencanangkan 4 (empat) target utama, yaitu:
1.      Pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan
-          Swasembada berkelanjutan yaitu pencapaian produksi kedelai sebesar 2,7 juta ton, gula 4,81 juta ton dan daging sapi 0,55 juta ton di tahun 2014.
-          Swasembada yaitu pencapaian produksi padi sebesar 75,70 juta ton dan produksi jagung 29 juta ton di tahun 2014,
dengan dukungan utama perluasan lahan baru 2 juta ha selama 2010-2014 dan penyediaan pupuk sesuai kebutuhan selama 5 tahun.
2.      Peningkatan diversifikasi pangan
-          Skor Pola Pangan Harapan mencapai 93,3 di tahun 2014.
-          Konsumsi pangan pokok beras menurun 3% per tahun.
3.      Peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor.
-          Industri hilir berbasis komoditas: beras, tepung lokal (mocaf, sagu, ganyong), jagung, kedelai, buah-buahan, biofarmaka, sawit, kakao, karet, kopi, tebu, susu, mete, pakan ternak skala kecil, pengolahan produk pangan fermentasi dan non fermentasi, derivasi produk.
-          Penciptaan iklim usaha yang kondusif melalui regulasi/deregulasi.
4.      Peningkatan kesejahteraan petani.
-          Pendapatan per kapita pertanian Rp 7,93 juta di tahun 2014.
-          Rata-rata laju peningkatan pendapatan per kapita 11,10 persen per tahun.

Dalam menjalankan tugas pelaksanaan pembangunan pertanian di Indonesia, strategi yang akan dikembangkan Kementerian Pertanian selama periode 2010-2014 yang akan datang adalah Tujuh Gema Revitalisasi, yang meliputi Revitalisasi lahan, perbenihan dan perbibitan, infrastruktur dan sarana, sumberdaya manusia, pembiayaan petani, kelembagaan petani, serta teknologi dan industri hilir.

Sebagai salah satu wilayah pertanian potensial, Kabupaten Asahan dewasa ini terus berusaha mengelola potensi-potensi yang dimiliki untuk pengembangan pertanian dan dalam rangka mempercepat swasembada pangan.

Luas sawah Kabupaten Asahan menurun secara signifikan pasca pemekaran wilayah dengan terbentuknya Kabupaten Batu Bara melalui UU No. No. 5 Tahun 2007. Tahun 2006 luas sawah mencapai 35.065 Ha turun menjadi 13.043 Ha pada tahun 2007. Fenomena alih fungsi lahan ke penggunaan non pertanian maupun perkebunan yang sangat memprihatinkan dewasa ini menyebabkan terus menurunnya areal persawahan yang ada. Seluas 1.477 Ha sawah saat ini statusnya “Sementara Tidak Diusahakan” sehingga lahan tersebut rawan alih fungsi., penyebabnya antara lain tidak ada sumber air, daya tarik untuk merubah ke areal perkebunan maupun kebutuhan untuk pemukiman sangat tinggi, sehingga luas sawah yang ada saat ini hanya mencapai 11.699 Ha (Laporan Penggunaan Lahan Tahun 2011) yang tersebar di 11 kecamatan. Seluas 5.681 Ha Beririgasi dan sisanya 6.018 Ha Non Irigasi. Hamparan terluas terletak di Kec. Rawang Panca Arga, Sungai Kepayang dan Meranti.
Produksi padi tahun 2011 mencapai 83.634 Ton GKG (Angka Sementara) atau setara 52.857 Ton beras, meningkat 5,35 % dari tahun 2010.
Jumlah penduduk Kabupaten Asahan Tahun 2011 diperkirakan sebesar 674.802 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 181 jiwa per km² (RPJMD 2011-2015). Jika diasumsikan bahwa tingkat konsumsi beras sebesar 138,63 kg/kapita/tahun maka Tahun 2011 masih terjadi defisit produksi beras sebesar  40.691 ton atau 43,50% dari kebutuhan konsumsi.
Kita menghadapi tantangan yang besar pada masa-masa mendatang untuk senantiasa meningkatkan produksi guna mencukupi kebutuhan pangan masyarakat, khususnya beras secara mandiri dalam kerangka ketahanan pangan nasional.
Strategi dan arah kebijakan terkait upaya peningkatan produksi padi mencakup peningkatan pengelolaan lahan dan air, penerapan teknologi budidaya tepat guna, peningkatan mekanisasi pertanian, penguatan institusi perbenihan lokal, penguatan kelembagaan dan SDM Petani dan Penyuluh, penguatan permodalan, pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.

1.      Peningkatan Pengelolaan Lahan dan Air
Luas sawah yang ditanami padi dari sawah yang ada pada tahun 2011 adalah sebesar 9.700 Ha dengan IP sebesar 1,87. Hal ini berarti bahwa dalam satu tahun pertanaman padi sawah masih dibawah 2 kali pertanaman. Penyebab utama antara lain keterbatasan pasokan air, keterlambatan tanam akibat anomali iklim. Dengan demikian untuk meningkatkan IP perlu penyediaan infrastruktur lahan dan air. Periode tahun 2011-2015 direncanakan untuk membangun Jaringan Irigasi tersier sepanjang 90.715 m dan Jalan Usaha Tani sepanjang 48.030 m. Tahun 2011 telah dibangun leaning saluran tersier sepanjang 6.580 m dan Jalan Usaha Tani sepanjang 2.685 m, tahun 2012 akan dibangun Jaringan Irigasi tersier sepanjang 20.580 m dan Jalan Usaha Tani sepanjang 7.400 m, sisanya akan dilanjutkan pembangunan di tahun berikutnya.

2.      Penerapan Teknologi Budidaya Tepat Guna
Peningkatan produksi dan produktifitas mensyaratkan penerapan teknologi budidaya tepat guna dengan tetap mempertahankan kelestarian alam. Komponen teknologi yang perlu mendapat perhatian mencakup penggunaan benih unggul/hibrida, penggunaan pupuk berimbang spesifik lokasi, penggunaan pupuk organik, pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) secara terpadu (kimiawi dan alami) serta metode budidaya.
Saat ini animo petani terhadap benih bermutu dirasakan relatif rendah, umumnya petani masih menggunakan benih Jabal (Jalur benih antar lapangan-hasil panen sebelumnya).
Pemupukan oleh petani masih berdasarkan kemampuan modal, belum berdasarkan kebutuhan tanaman, sehingga tidak sesuai dengan pola pemupukan berimbang. Karena itu perlu dilanjutkan efektifitas distribusi pupuk bersubsidi, serta pemanfaatan pupuk organik untuk mempertahankan kesuburan tanah.
Untuk mengamankan produksi, maka perlu diterapkan pengendalian OPT secara terpadu dengan memanfaatkan pestisida kimiawi maupun agensia hayati.
Keseluruhan komponen teknologi tersebut perlu dirangkum dalam sebuah metode berupa paket-paket teknologi budidaya. Saat ini telah tersedia berbagai paket teknologi budidaya, yang telah dan akan dilanjutkan penerapannya secara spesifik lokasi, diantaranya sistem tanam legowo, System of Rice Intensification (SRI), Sekolah Lapang Iklim (SLI), Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT). Tahun 2011 dilaksanakan SRI 2 unit (20 Ha), SLI 12 unit, SL-PTT 160 unit (4.050 Ha). Tahun 2012 akan dilaksanakan SRI 300 Ha, SL-PTT 386 unit (9.150 Ha).

3.      Peningkatan Mekanisasi Pertanian
Penerapan pertanian berwawasan agribisnis mutlak membutuhkan dukungan peralatan mekanisasi untuk meningkatkan efisiensi, terutama hand traktor dan pompa air. Dengan asumsi satu unit hand traktor mampu melayani 20 Ha sawah, maka dibutuhkan 585 unit untuk memenuhi kebutuhan secara optimal, padahal jumlah yang tersedia di lapangan hanya 267 unit (Laporan Alat/Mesin Pertanian Tahun 2011). Untuk itu masih diperlukan ketersedian hand traktor guna memenuhi kebutuhan lahan sawah. Demikian juga halnya pompa air, masih sangat dibutuhkan, terutama pada areal persawahan tadah hujan di Kecamatan Sei Kepayang maupun areal persawahan irigasi yang pasokan airnya masih belum lancar.

4.      Penguatan Institusi Perbenihan Lokal
Untuk meningkatkan produksi dan produktifitas diperlukan benih padi unggul bersertifikat yang mudah didapat dengan harga terjangkau. Karena itu kedepan, pemerintah akan mendorong penumbuhkembangan kelompok penangkar benih padi.
Tahun 2011 jumlah kelompok penangkar binaan Dinas Pertanian mencapai 12 unit dengan luasan 35 Ha, tersebar di kecamatan Rawang Panca Arga dan Meranti. Bantuan yang diberikan meliputi Benih Pokok, Biaya Sertifikasi Produk, Lantai Jemur. Kedepan pemerintah berencana memperkuat intitusi perbenihan lokal dengan menambah jumlah kelompok penangkar sebanyak 6 unit dengan luasan 50 Ha dan melengkapi fasilitas penangkaran melalui penyediaan sarana dan prasarana penangkaran.

5.      Penguatan Kelembagaan dan SDM Petani dan Penyuluh
Kelembagaan Petani di Asahan yang telah terbentuk sebanyak 1.373 Kelompok Tani,
138 Gapoktan, 14 KUD/KOPTAN dan 110 Kios Saprotan. Kondisi organisasi petani saat ini lebih bersifat budaya dan sebagian besar berorientasi hanya untuk mendapatkan fasilitas pemerintah, belum sepenuhnya diarahkan untuk memanfaatkan peluang ekonomi melalui pemanfaatan aksesibilitas terhadap informasi teknologi, permodalan dan pasar. Selain itu kelembagaan usaha belum dapat sepenuhnya mengakomodir kepentingan petani sebagai wadah pembinaan teknis. Tantangan kita kedepan adalah bagaimana merevitalisasi kelembagaan petani agar berfungsi sebagai wadah pengembangan usaha serta mempermudah pembinaan dan fasilitasi yang diberikan pemerintah dan masyarakat.

6.      Penguatan Permodalan
Kendala yang dialami petani utamanya petani menengah kebawah adalah akses terhadap permodalan, yang disebabkan oleh masalah klasik, yaitu tidak adanya jaminan atau agunan yang dipersyaratkan perbankan. Akibatnya petani terpaksa berhubungan dengan rentenir atau tengkulak.
Untuk memperbaiki kendala ini maka upaya-upaya yang akan terus dilakukan Dinas Pertanian sesuai kewenangan yang dimiliki adalah pembinaan teknis terhadap pelaku agribisnis penerima bantuan permodalan seperti Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), Lembaga Mandiri Mengakar di Masyarakat (LM3). Tahun 2010 Dana PUAP disalurkan kepada 33 Gapoktan, dan tahun 2011 kepada 25 Gapoktan.

7.      Peningkatan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
Terkait dengan upaya peningkatan nilai tambah dan daya saing, maka perlu didorong pengembangan agroindustri perdesaan yang mengolah komoditas primer menjadi produk olahan, termasuk didalamya adalah industri makanan dan minuman, biofarmaka, bio-energi, industri pengolahan hasil ikutan. Disamping itu juga perlu ditingkatkan pengendalian mutu dan keamanan pangan pada semua tahapan produksi mulai dari hulu sampai hilir. Untuk meningkatkan pemasaran hasil, perlu mengikuti berbagai event promosi terhadap komoditi unggulan daerah.


Disamping areal persawahan, komoditi padi juga akan dikembangkan di lahan kering (padi gogo) terutama di Kecamatan BP. Mandoge dan Bandar Pulau. Namun demikian, hal ini tidak menjadi prioritas, mengingat pertanaman dilakukan bukan di lahan permanen, melainkan secara tumpang sari di areal perkebunan, dengan tingkat produktivitas yang sangat rendah, hanya 24,91 Kw GKG/Ha (ASEM 2011).

Jagung merupakan salah satu komoditi pangan utama non beras. Dalam rangka mendukung target Kementerian Pertanian untuk mencapai produksi jagung sebesar 29 juta ton di tahun 2014, Kabupaten Asahan berencana memanfaatkan potensi-potensi yang ada untuk meningkatkan produksi jagung. Produksi jagung Kabupaten Asahan mencapai 20.015 Ton (ASEM 2011), menurun dari tahun 2010 yang mencapai 36.122 Ton. Penurunan produksi disebabkan oleh tidak adanya SL-PTT Jagung dan areal perkebunan yang selama ini digunakan sebagai lokasi pertanaman jagung secara tumpang sari sudah tidak memungkinkan lagi. Namun demikian Dinas Pertanian Kabupaten Asahan tetap berupaya meningkatkan produksi jagung melalui penyediaan Cadangan Benih Daerah dan pemanfaatan lahan-lahan yang belum dioptimalkan.

Upaya pengembangan kedelai pada masa mendatang dirasakan sangat berat akibat tingginya fluktuasi harga pasar, tekanan kedelai impor, sehingga mengurangi animo petani untuk bertanam kedelai. Luas tanam kedelai Asahan tahun 2011 hanya berkisar 79 Ha (ASEM), dimana hanya 1 hektar yang diusahakan secara swadaya petani, sedangkan seluas 78 Ha adalah bantuan pemerintah. Meskipun animo petani rendah, pemerintah tetap berupaya meningkatkan pertanaman kedelai melalui fasilitasi kemitraan antara petani dengan pengusaha.

disampaikan pada pengisian Program Acara LPPL RSPD Kab. Asahan (Rabu/08-02-2012)

Senin, 06 Februari 2012

Koperasi Pertanian Sebagai Alternatif Pengembangan Sistem Pangan Nasional

Para petani kecil produsen pangan dianggap tidak produktif sehingga juga dianggap tidak mampu untuk menjawab kebutuhan pangan nasional yang terus meningkat. Oleh karenanya Pemerintah dapat dikatakan telah melakukanblaming the victims kepada para petani kecil. Petani kecil dibiarkan bertarung dengan kekuatan yang tidak sebanding di pasar yang semakin bebas.

Perencana Madya pada Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementan RI Jakarta
Indonesia yang semakin terintegrasi ke dalam pasar dunia membuat petani kecil dan buruh tani semakin rentan. Raksasa produsen input pertanian, bahan pangan dan olahan, serta retailer melakukan konsolidasi horisontal sehingga semakin menguasai semua mata rantai pertanian pangan. Petani kecil sebagai produsen pangan kemudian tidak mampu bersaing di pasar karena hambatan yang semakin ketat dalam keamanan pangan dan kualitas produksinya.

Kebijakan pemerintah yang bias dan mengabaikan potensi pangan lokal mengakibatkan Indonesia kian terjebak impor pangan. Neraca perdagangan pangan, hortikultura, dan peternakan Indonesia tahun 2008 mengalami defisit 4.859.038 US$, atau meningkat 2.165.885 US$ dibanding tahun 2005 yang berjumlah 2.693.153 US$.

Berbagai tantangan di atas mengakibatkan jutaan keluarga tani produsen pangan semakin kehilangan peran dan kemandiriannya. Mereka bahkan kemudian berubah menjadi pasar atau konsumen produk perusahaan pertanian pangan. Tidak mengherankan jika terjadi peningkatan kerawanan pangan dan kemiskinan yang mendorong terjadinya urbanisasi di kalangan buruh tani dan petani kecil, terutama kaum muda dan perempuan.

Koperasi Pertanian sebagai Alternatif Pengembangan Sistem Pangan Nasional
Agar dapat menghadapi berbagai tantangan internal dan eksternal yang semakin besar tersebut, petani kecil produsen pangan perlu dilindungi dan didukung. Gabungan kelompok tani atau gapoktan dalam bentuk Koperasi merupakan badan usaha  yang cocok sebagai wadah bagi petani dan sesuai dengan konstitusi. Melalui koperasi ini konsolidasi usaha para petani dan buruh tani mengintegrasikan lahan-lahan mereka yang sempit dan terfragmentasi milik anggota-anggota atau petani lain dalam suatu sistem manajemen usaha koperasi secara terpadu dalam skala luasan yang ekonomis.

Koperasi Pertanian (KP) merupakan upaya pemecah kebuntuan dari reformasi agraria yang merupakan prasyarat utama bagi suksesnya pembangunan pertanian dan kedaulatan pangan. Pada kelembagaan ini, petani melakukan konsolidasi manajemen usaha pada hamparan lahan yang memenuhi skala usaha yang ekonomis. Idealnya jumlah petani pada setiap Koperasi Pertanian (KP) sekitar 100 – 125 orang dengan luas hamparan sekitar 150 - 200 hektar atau identik dengan areal blok air atau golongan air (watersheet area) dalam suatu gabungan kelompok tani (GAPOKTAN). Mengingat luas rata-rata pemilikan lahan petani Indonesia hanya sekitar 0,3 ha maka persyaratan itu perlu disesuaikan dengan mengembangkan Koperasi Pertanian (KP) spesifik lokasi.


oleh : Ir. Kusno Hadiutomo, MM


dikutip dari : http://www.sinartani.com